PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan jenis penyakit pembunuh paling dahsyat di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Penderita penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi lebih banyak dijumpai pada usia senja. Nilai normal tekanan darah seseorang dapat diukur dengan tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg (Martha,2012).
Data WHO tahun 2018 menunjukan bahwa prevalensi keseluruhan peningkatan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun lebih adalah sekitar 22%. Asia Tenggara menempati urutan terbanyak kedua setelah Afrika (WHO, 2018).Prevalensi hipertensi di Indonesia didapatkan melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapatkan melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 %, yang didiagnosis tenaga kesehatan dan sedang minum obat sebesar 9,5 %. Jadi, ada 0,1 % yang minum obat sendiri. Responden yang memiliki tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0,7%. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (Riset Kesehatan Dasar,2013).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau persisten dapat menimbulkan kerusakan padaginjalmenyebabkan gagal ginjal, jantung menyebabkan penyakit jantung coroner, mata menyebabkan retinopati hipertensi atau menimbulkan kebutaan dan otak menyebabkan stroke. Hipertensi juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi, dimana kondisi pembuluh darah terus meningkatkan tekanan. Semakin tinggi tekanan dalam pembuluh darah semakin sulit jantung bekerja untuk memompa darah. Jika dibiarkan tidak terkontrol, hipertensi bisa menyebabkan serangan jantung (WHO,2018).
Gejala penyakit darah tinggi atau hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Gejala- gejala yang mudah diamati antara lain gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, teling berdengung, sukar tidur, sesak nafas, mudah lelah, mata berkunang-kunang, rasa berat di tengkuk dan mimisan (Martha,2012).
Salah satu faktor penyebab terjadinya hipertensi adalah terkait dengan masalah Status Sosial Ekonomi (SSE). Status sosial ekonomi rendah dihubungkan dengan status kesehatan yang lebih buruk, hal tersebut terkait dengan gaya hidup dan kualitas diet yang rendah atau kurang sehat. Indonesia termasuk low middle income countries yang ditandai masih banyak masyarakat tinggal di daerah pedesaan dengan SSE rendah.
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu, jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyakcairan pada setiap detiknya, arteri besar kehilangn kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut karena itu darah pada setiap denyut jantung di paksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit menyebabkan naiknya tekanan darah (Aspiani,2014).
Penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan Status Sosial Ekonomi (SSE) dengan kejadian hipertensi. Penelitian oleh Carolyn dan Lam memperlihatkan bahwa status social ekonomi rendah merupakan faktor risiko potensial untuk terjadinya hipertensi. Penelitian Beverly, dkk pada dewasa muda di Amerika menunjukkan bahwa status sosial ekonomi rendah merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular dan peningkatan Indeks Massa Tubuh (Kharisyanti & Farapti, 2017).
Pola penyakit di Indonesia mengalami transisi epidemiologi selama dua dekade terakhir, yakni dari penyakit menular yang semula menjadi beban utama kemudian mulai beralih menjadi penyakit tidak menular Penyakit tidak menular terutama antara lain hipertensi, diabetes mellitus dan kanker (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan kematian. Mengategorikan penyakit ini sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksa tekanan darahnya (WHO, 2018).
Hipertensi dibedakan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer, dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang disebabkan oleh 3 faktor yaitu faktor pertama keturunan, dimana dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah hipertensi, faktor kedua ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamin (pria lebih tinggi dari perempuan), dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), faktor ketiga kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam (lebih dari 30 gr, kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum alkohol, minum obat obatan yang mengandung efedrin, prednison dan epinefrin. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh kelainan ginjal, tumor, diabetes, kelainan adrenal, aorta dan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin, dan pemakaian obat- obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid (Aspiani, 2014).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Menurut Masriadi (2016), hipertensi adalah penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang naik diatas tekana darah normal. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa factor risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal.(Wijaya & Putri, 2013).
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi sendiri dapat dibagi menjadi. Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
Klasifikasi | Sistolik | Diastolik |
Normal | < 120 | < 80 |
Prehipertensi | 120-139 | 80-89 |
Ht Derajat 1 | 140-159 | 90-99 |
Ht Derajat 2 | ≥ 160 | ≥ 100 |
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009
3. Penyebab Hipertensi
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau esensial adalah tidak dapat diketahui penyebabnya. Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil
(intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan 50-an dan secara bertahap “ menetap “ pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan berat, perjalanannya dipercepat atau “maligna“ yang menyebabkan kondisi pasien memburuk dengan cepat. Penyebab hipertensi primer atau esensial adalah gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, kopi, obat – obatan, faktor keturunan (Smelzer & Bare, 2015).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu seperti penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan (Smelzer & Bare, 2015).
4. Faktor-faktor Resiko Hipertensi
Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah oleh penderita hipertensi menurut Black & Hawks (2014) adalah sebagai berikut :
a. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Riwayat Keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada seseorang dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Klien dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada risiko hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.
2) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50-60 % klien yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Diantara orang dewasa, pembacaan tekanan darah sistolik lebih dari pada tekanan darah diastolic karena merupakan predictor yang lebih baik untuk kemungkinan kejadian dimasa depan seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan penyakit ginjal.
3) Jenis Kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita hamper sama antara usia 55 sampai 74 tahun, wanita beresiko lebih besar.
4) Etnis
Peningkatan pravelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam tidaklah jelas, akan tetapi penigkatannya dikaitkan dengan kadar rennin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopressin, tinginya asupan garam, dan tinggi stress lingkungan.
b. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
1) Diabetes Mellitus
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dua kali lipat pada klien diabetes mellitus karena diabetes mempercepat aterosklerosis dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar.
2) Stress
Stress meningkat resistensi vaskuler perifer dan curah jantung serta menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah permasalah persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak stressor dan respon stress.
3) Obesitas
Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya jumlah lemak disekitar diafragma, pinggang dan perut, dihubungkan dengan pengembangan hipertensi. Kombinasi obesitas dengan faktor-faktor lain dapat ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga meningkatkan resiko hipertensi.
4) Nutrisi
Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi pada individu. Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan hormone natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung menigkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi mekanisme vaseoresor didalam system saraf pusat. Penelitan juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsim, kalium, dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.
5) Penyalahgunaan Obat
Merokok sigaret, mengosumsi banyak alcohol, dan beberpa penggunaan obat terlarang merupakan faktor-faktor resiko hipertensi. pada dosis tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah secara langsung.
5. Patofisiologi
Faktor predisposisi yang saling berhubungan juga turut serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi. Di antaranya adalah faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah faktor genetik, gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol, kopi, obat – obatan, asupan garam, stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang. Sedangkan faktor sekunder adalah kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan pemakaian obat- obatan seperti kontasepsi oral dan kartikosteroid Wijaya & Putri, (2013).
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuro preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasandan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap neropinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi Wijaya & Putri, (2013).
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.Medulla adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasonkonstriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut cendrung pencetus keadaan hipertensi Wijaya & Putri,(2013).
Perubahan struktural dan fungsional pada sitem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang ada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. Wijaya & Putri,(2013).
6. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil ( edema pada diskus optikus ) (Smelzer & Bare, 2015).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun – tahun.Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekana sistemik yang menigkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri (Smelzer & Bare, 2015).
Wijaya & Putri (2013), menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis t timbul :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan intracranial.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edama dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
7. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ tubuh menurut Wijaya & Putri (2013), sebagai berikut :
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa sehingga banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat menimbulkankebutaan.
8. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Smelzer & Bare, 2015).
Beberapa penelitan menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis termasuk penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap antihipertensi. Apanila penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 mmHg atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat- obatan. (Smelzer & Bare, 2015 ).
Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Wijaya & Putri (2013), mengatasi obesitas juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5 – 5 kg maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
b. Kurangi asupan natrium
Wijaya & Putri (2013), penguramgan konsumsi garam menjadi ½ sendok teh/hari dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolic sebanyak 2,5 mmHg.
c. Batasi konsumsi alkohol
Wijaya & Putri (2013), konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah.Para peminum berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak meminum berakohol.
d. Diet yang mengandung kalium dankalsium
Pertahankan asupan diet potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur seperti : pisang, alpukat, papaya, jeruk, apelkacang-kangan, kentang dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemat total. kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama urin.Dengan mengonsumsi buah- buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yamg cukup.(Wijaya & Putri, 2013),
e. Menghindari Merokok
merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat menimbulkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari rokok karena dapat memperberat hipertensi(Wijaya & Putri, 2013),.
f. Penurunan Stress
stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan
sementara yang sangat tinggi.(Wijaya & Putri, 2013),.
g. Terapi Pijat
Pada prinsipnya pijat yang dikukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energy dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminalisir, ketika semua jalur energi tidak terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka risiko hipertensi dapatditekan (Wijaya & Putri, 2013),
Berikut beberapa obat tradisional yang dapat digunakan oleh penderita hipertensi menurut Latief (2014) adalah sebagai berikut :
a. Bawang Putih
2– 3 siung bawang utih dikupas, dicuci, dikunyah dan ditelan dengan air hangat. Gunakan 3 kali sehari.Selain itu, bawang putih juga dapat dibakar sampai matang sebelum dimakan.2 hari pertama makan 6 siung.Selanjutnya makan 2 siung selama seminggu.
b. Belimbing Manis
Beberapa buah belimbing manis muda diparut dan diambil sarinya. Sari belimbing diminum 2 kali sehari.
c. Belimbing Wuluh
Buah belimbing wuluh direbus dengan tiga gelas air hingga air tinggal setengah. Air rebusan disaring dan diminum 1 kali sehari pada pagi hari. Cara lainnya, belimbing wuluh diparut dan diperas, air perasan diminum 1 kali sehari.
d. Mengkudu
2 buah mengkudu di buang bijinya, diparut, dan diperas.Air perasan ditambah air mentimun, gula aren, dan 2 gelas air panas, lalu di saring, diminum 3 kali sehari.
e. Mentimun
2 buah mentimun dicuci, diparut, diperas, dan diminum 2-3 kali sehari.Cara lainnya, 150 gr mentimun direbus dan disaring.Timun yang telah direbus dimakan dan air rebusan diminum.Hal ini dilakukan dengan teratur setiap hari.
f. Sambiloto (ampadu tanah)
Setengah genggam daun sambiloto segar direbus dengan 3 gelas airnya tinggal tiga perempatgelas, diminum 3 kalisehari.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, Letih, Napas pendek, Gaya hidup monoton. Tanda : Frekuensi jantung meningkat Perubahan irama jantung Takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD Nadi : denyutan jelas Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia Bunyi jantung : murmur Distensi vena jugularis Ekstermitas Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer), pengisian kapiler mungkin lambat.
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan ) Tanda : Letupan suasana hati Gelisah Penyempitan kontinue perhatian Tangisan yang meledak otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol Mual Muntah Riwayat penggunaan diuretic.
Tanda : BB normal atau obesitas Edema Kongesti vena Peningkatan JVP glikosuria
f. Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing / pening, sakit kepala Episode kebas Kelemahan pada satu sisi tubuh Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia ) Episode epistaksis.
Tanda : Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir
atau memori ( ingatan ) Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman Perubahan retinal optic
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai sakit kepala oksipital berat nyeri abdomen.
h. Pernapasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas Takipnea Ortopnea Dispnea nocturnal proksimal Batuk dengan atau tanpa sputum Riwayat merokok.
Tanda : Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi ) Sianosis.
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan Tanda : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain Penggunaan obat / alcohol.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5) Catat edema umum
6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
7) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
8) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
9) Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
10) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
11) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
12) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
b. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala Pasien tampak nyaman TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan.
2) Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
3) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
4) Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
5) Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi.
6) Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
7) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium).
c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah.
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit Tanda-tanda vital stabil Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring
2) Tinggikan kepala tempat tidur
3) Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
4) Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
5) Amati adanya hipotensi mendadak
6) Ukur masukan dan pengeluaran
7) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
8) Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program
d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output.
Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
1) Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
2) Berikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Instruksikan pasien tentang penghematan energy
4) Kaji respon pasien terhadap aktifitas
5) Monitor adanya diaforesis, pusing
6) Observasi TTV tiap 4 jam
7) Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore.
e. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari Tampak dapat istirahat dengan cukup TTV dalam batas normal Intervensi :
1) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
2) Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
3) Evaluasi tingkat stress
4) Monitor keluhan nyeri kepala
5) Lengkapi jadwal tidur secara teratur
6) Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
7) Lakukan masase punggung
8) Putarkan musik yang lembut
9) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
f. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.
Tujuan :
Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan ekperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program.
Intervensi :
1) Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur.
2) Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress.
3) Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik.
4) Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter.
5) Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
6) Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
7) Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat.
8) Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program.
9) Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol.
10) Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan.
11) Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta : Diva Perss.
Alvenia, L. (2018). UPAYA PENINGKATAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA PASIEN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DI RSU ASSALAM GEMOLONG. 18.
Astuti, E., Mahayati, L., & Artini, B. (2014). PENGARUH FISIOTERAPI KEPALA (MASASE KEPALA) TERHADAP PENURUNAN NYERI KEPALA PADA KLIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT
WILLIAM BOOTH SURABAYA. Jurnal Keperawatan, 3(2), 7 Pages- 7 Pages.
Corwin, Elisabeth J. (2009). Buku Saaku Patofisiologi.EGC.Jakarta
Casey, Aggie R. N, M. Sdan Benson, Herbert, M.D (2006). Menurunkan Tekanan Darah. Bhuana. Jakarta
Hidayat,A Aziz Alimul.(2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Salemba Medika. Jakarta
Lang, Stefan Silbernagl Florian.2012. Teks & Atlas Berwarna Patopisiologi.Penerbit Buku Kedokteran.EGC. Jakarta
Lingga, Lanny PhD.(2012). BebasHipertensiTanpaObat. AgroMedia.Jakarta Kusuma, Amin Hunda Nurarif Hardhi. .2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnose Medis & NANDA. NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2.
Notoatmojo,soekidjo.(2007). IlmuKesehatanMasyarakat.RinekeCipta.Ja karta. Price, Sylvia A. Willson, Lorraine M. (2006).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit.EGC.Jakarta.
Reeves, Harlene J.et all.(2001). KeperawatanMedikalBedah.SalembaMedika.
Jakarta
Smeltser, Susanne C. Bare, Brenda G. (2002). Brunner &Suddarth Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.EGC. Jakarta.
Wulandari, Ari. (2011). Cara JituMengatasiHipertensi.ANDI. Yogyakarta Widharto, dr. (2007).BahayaHipertensi.SundaKelapa. Jakarta
Wijoyo, IR. Padmianso M. (2011). RahasiaPenyembuhan
Yuwono. (2018). http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/687 Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria.
World Health Organization (WHO). 2018. Deafness and hearing loss. [Cited 2018 Januari 4], Available from : http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs300/en/
Martha, Karina, (2012), Panduan Cerdas Mengatasi Hipertensi, Yogyakarta: Araska
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC.
Farapti, Fika Kharisyanti. 2017. Status Sosial Ekonomi dan Kejadian Hipertensi.
Jurnal MKMI. Vol. 13, No. 3, September 2017: 200-205
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Masriadi.(2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Trans InfoMedia Latief, A. 2012.Obat Tradisional. Jakarta: EGC.